Ini Alasan Mahasiswa Malas ke Masjid

Masjid Raya Makassar merupakan salah satu masjid terbesar yang ada di kota Makassar, terletak di jl. Masjid Raya, Gaddong, Bontoala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Dibangun pada tahun 1948, dan pengerjaannya selesai pada tahun 1949. Namun telah mengalami renovasi pada tahun 1999 - 2005.

Masjid berlantai 2 ini, diperkirakan dapat menampung sekitar 10.000 jamaah. Dilengkapi dengan fasilitas perpustakaan dan kantor MUI Sulawesi Selatan.

Awalnya, panitia pembangunan masjid raya ini, mengadakan sayembara untuk para arsitektur. Dan dimenangkan oleh Muhammad Soebardjo, beliaulah yang berperan besar terhadap desain dan bentuk masjid Raya Makassar untuk pertama kalinya. (Sumber : wikipedia)

Ini hanya merupakan salah satu contoh, dari sekian banyak masjid besar nan megah yang ada di kota Makassar.

Masjid merupakan tempat beribadah bagi kaum muslimin, namun tidak hanya sebatas ibadah individu saja. Masjid juga bisa di gunakan untuk berbagai kegiatan, seperti contoh: tabligh akbar, diskusi, kajian, acara buka puasa, tempat istirahat, tempat rapat dan lain sebagainya.

Dan yang tatkala hebatnya lagi, hampir semua masjid besar, juga mempunyai saldo kas yang besar. Wajar saja, karena orang yang berkunjung di masjid besar pada khususnya, sangatlah banyak, dan setiap hari ada saja yang berkunjung—berhubung sholat itu wajib.

Dengan besarnya saldo di masjid juga membuktikan bahwa, banyak sekali orang-orang dermawan yang bersedia menyumbangkan sebagian hartanya, untuk kesejahteraan masjid.

Di samping itu, ALLAH swt. juga memerintahkan kita untuk bersedekah, sebagaimana Firman-Nya dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 159:

"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan ALLAH, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya ALLAH menyukai orang-orang yang berbuat baik."

Melihat banyaknya saldo yang ada di masjid-masjid besar pada khususnya, menimbulkan sudut pandang baru. Yakni, seakan-akan saldo yang banyak itu kurang produktif, dikarenakan pengeluaran yang tak terlalu banyak, sedangkan pemasukan sangat banyak.

Padahal di luar sana, banyak lembaga / organisasi yang ingin melakukan kegiatan-kegiatan dakwah, namun terkendala di masalah keuangan. Mereka punya program yang banyak dan bagus, namun di sisi lain keuangan yang mereka miliki tidak memadai.

Saya kadang berfikir, bagaimana kalau uang yang ada di masjid, bisa di salurkan ke organisasi / komunitas, agar mereka dapat mendanai dan melaksanakan kegiatan-kegiatan positifnya. Hingga akhirnya saldo yang ada di masjid, tidak "mengendap" dan dapat di gunakan untuk hal yang lebih produktif.

Atau bisa juga, uang yang ada di masjid dipinjamkan kepada masyarakat yang sedang membutuhkan modal usaha. Agar masyarakat dapat terhindar dari meminjam di bank, yang notabennya adalah pinjaman yang berbunga.

Kita ketahui bahwa, bunga adalah riba, dan riba telah jelas-jelas ALLAH haramkan, sebagaimana Firman-Nya dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 275:

"Dan ALLAH telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba"

Ok, kita pindah ke pembahasan yang lain. Ada 1 hal lagi, yang membuat saya merasa risih ketika berada di masjid. Yakni, uang parkir dan uang titip sendal.

Sebagai seorang mahasiswa, tentulah kondisi dompetnya berbeda dengan orang-orang yang telah bekerja dan mempunyai penghasilan. Bagi kami (mahasiswa), uang 2.000 rupiah itu sangatlah berharga, bisa di gunakan untuk membeli 4 gelas air minum. Yang dimana 4 gelas itu, dapat cukup untuk minum dalam sehari. Dengan pembagian, pagi, siang, sore dan malam, masing-masing 1 gelas.

Nah ... jika saya pergi ke masjid yang ada juru parkir dan juru sendalnya. Maka saya harus mengeluarkan uang minimal 4.000 rupiah, yang dimana dengan uang itu, seharusnya saya bisa pakai untuk minum selama 2 hari. Apalagi sholat itu wajib 5 kali dalam sehari semalam.

Terlebih lagi untuk juru sendal, yang tidak memiliki uang kembalian. Ia menggunakan sistem celengan, jadi jika uang saya 5.000 rupiah, maka masuklah semua uang tersebut, tanpa ada kembalian.

Ditambah lagi, hampir semua masjid besar pada khususnya, memiliki juru parkir dan juru sendal.

Bukan berarti tidak ingin bersedekah atau pelit, namun kita sebagai mahasiswa, juga sangat membutuhkan.

Apalagi mahasiswa yang sumber keuangannya masih dari orang tua, tentulah ia akan melakukan penghematan yang lumayan ekstrim, demi mencukupi kebutuhannya. Baik itu kebutuhan dari leher ke bawah, maupun dari leher ke atas.

Alangkah lebih bagusnya, jika juru parkir dan juru sendal diberikan upah oleh pihak masjid, yang diambil dari saldo kas masjid.

Agar supaya saldo kas masjid yang banyak itu, bisa lebih produktif, dan mahasiswa seperti saya ini juga tidak perlu memikirkan uang parkir dan uang titip sendal lagi, jika ingin ke masjid.

Dan pada akhirnya, semua terbantu, semua merasa senang dan semua lebih bersemangat lagi untuk memakmurkan masjid.

Namun jangan sampai hanya karena uang 4.000, menghalangi kita untuk sholat berjamaah di masjid. Semangat muda!!! ALLAHUAKBAR!!! Wawlahu a'lam

You Might Also Like

1 komentar

  1. “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allah”. Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nya-lah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (QS. Az Zumar: 38)

    Sumber : https://rumaysho.com/2210-kesyirikan-pada-jimat-dan-rajah.html

    BalasHapus