Saling Memberi Hadiah

Manusia adalah makhluk sosial, yang artinya ia tidak bisa lepas daripada interaksi sosial. Baik dalam hal mencari makan, sampai dalam hal pemuasan keinginan hidup, atau bisa di sebut sebagai aktualisasi diri.

Dr. Johannes Garang mengatakan bahwa makhluk sosial adalah makhluk berkelompok dan tidak mampu hidup menyendiri.

Dapat di katakan bahwa, ciri dari manusia ialah memiliki kelompok, sekalipun itu kelompok yang paling kecil seperti keluarga, ataupun teman bermain.

Dalam melakukan interaksi sesama manusia, nilai-nilai kebaikan sangat di junjung tinggi. Bahkan, di sediakan hukuman (baca: UUD) bagi siapa saja yang melanggar nilai tersebut.

Dengan menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam interaksi sehari-hari, in shaa ALLAH hubungan antar sesama akan berlangsung baik. Sehingga dampaknya dapat di rasakan, misalnya ada bantuan ketika sedang kesulitan, ada yang meminjamkan uang ketika butuh, dan lain sebagainya.

Nilai-nilai kebaikan tersebut, bisa di artikan sebagai sifat, contohnya: sopan, ramah, tidak mencela, sabar, dan sifat-sifat yang di sepakati semua orang bahwa itu baik.

Dalam tingkatan yang lebih tinggi, manusia itu senang di beri hadiah, senang mendapatkan sesuatu secara cuma-cuma/gratis.

Hal ini dapat kita manfaatkan, guna untuk merekatkan hubungan baik antar sesama manusia. Apalagi pada saat sedang ada masalah, atau sedang bermusuhan, saya rasa memberi hadiah bisa di jadikan solusi untuk memperbaiki hubungan silaturahmi.

Memberi hadiah juga merupakan sunnah, sebagaimana sabda RosûlulLâh saw.

“Saling menghadiahilah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 594, dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Irwa`ul Ghalil no. 1601)

Tidak perlu hadiah yang mahal atau mewah, yang penting hadiah tersebut bukan sesuatu yang buruk, maka itu sudah cukup untuk menyenangkan hati saudara kita.

Apalagi bagi pasangan suami istri, saling memberi hadiah sudah menjadi barang penting, agar hubungan semakin erat dan mesrah. Sehingga jauh dari kata-kata cerai, yang merupakan perkara halal namun di benci oleh ALLAH swt.

Memberi terkadang menyulitkan, terlebih bagi orang-orang yang tertimpa penyakit kikir. Jangankan memberi, membeli saja masih kikir, suka di tawar-tawar, pokoknya merasa puas jika dapat harga yang paling murah, padahal uangnya banyak, yahh ... seperti itulah penyakit kikir.

Dampak buruk dari penyakit kikir, tidak hanya dosa, melainkan juga rusaknya hubungan sosial. Ia akan mulai di benci oleh orang lain, ketika telah di benci, beruntung jika hanya di jauhi, bagaimana kalau sampai di jahati?

Tentu akan menimbulkan kerugian yang cukup besar, bayangkan saja, berapa biaya rumah sakit yang di keluarkan, jika di sakiti secara fisik. Jika hartanya di ambil paksa? Rugi juga.

Intinya, tidak ada kebaikan bagi orang yang kikir, semoga ALLAH melindungi kita semua dari penyakit tersebut.

Orang yang senang memberi hadiah, akan menimbulkan kesan baik di masyarakat. Kedatangannya akan di nanti-nanti, kepergiannya akan di rindukan, dan kematiannya akan di tangisi.

Keluarganya pun akan mendapatkan imbas baiknya, minimal akan di hormati oleh orang-orang. Apalagi jika sampai ada yang mendatanginya untuk membalas jasa baik yang di lakukan salah satu anggota keluarganya tersebut.

You Might Also Like

0 komentar