Ketika Ilmu Mulai Menuntut

Bismillah ... ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)

Sangat jelas hadits di atas yang mewajibkan kita untuk menuntut ilmu, ini merupakan konsekuensi kita sebagai seorang muslim. Namun yang dimaksud ilmu di sini, ialah ilmu agama, sementara hukum menuntut ilmu dunia tidaklah diwajibkan.

Agak sulit kedengarannya jika kita diwajibkan menuntut ilmu dunia, karena kita memiliki passion masing-masing.

Terlepas dari masalah itu, ada sebagian orang yang merasa tidak suka menuntut ilmu agama, dengan dalih membosankan, tidak suka, malas, sudah merasa cukup dengan ilmu agama yang dimilikinya dan lain sebagainya. Sekali lagi saya katakan, ini adalah sebuah "penyakit". Dan kita tidak boleh mengikuti penyakit tersebut, kita harus melawannya!

Dalam belajar ilmu agama, bukan masalah suka atau tidak sukanya, namun ini adalah sebuah kewajiban. Jika kita meninggalkan atau meremehkannya, maka dosa telah kita kantongi.

Padahal sebenarnya menuntut ilmu agama itu menyenangkan dan menenangkan, sebagaimana sabda Rosulullah saw. berikut :

”Dan tidaklah sekelompok orang berkumpul di dalam satu rumah di antara rumah-rumah ALLAH ; mereka membaca Kitab ALLAH dan saling belajar diantara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan ALLAH menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya.” [HR Muslim, 2699].

Lantas menjadi pertanyaan besar bagi saya pribadi, apa sebenarnya yang menghalangi mereka untuk menghadiri majelis ilmu? Terkadang saya merasa kasihan dengan orang-orang yang tak merasakan manisnya menuntut ilmu. Jika anda adalah salah satunya, maka marilah memperbanyak istighfar dan memaksa diri melawan zona nyamannya—yang lebih senang bermalas-malasan.

Baik, saya masuk ke pembahasan yang lebih berat. Apabila seseorang telah merasakan manisnya menuntut ilmu, dan telah banyak menghadiri majelis-majelis ilmu. Sehingga membuatnya menjadi orang yang banyak tau, dan dikatakan sebagai orang yang cerdas. Maka saat itu juga, ilmu mulai menuntut.

Sebagai contoh bahwa ada orang yang terkenal dengan keilmuannya, namun lemah dalam pemgamalan. Lebih sederhananya bisa dikaitkan dengan istilah, talk less do more. Mengapa demikian? Kita kembali ke masalah niat awal, kenapa kita menuntut ilmu? Jika dari niat awal saja sudah tidak benar, maka akan sangat sulit untuk "benar" di akhirnya.

Seorang pepatah Arab pernah berkata, "ilmu yang tak diamalkan bagaikan pohon yang tak berbuah." Apalah artinya pohon kelapa, jika tak menghasilkan buah kelapa. Mungkin sederhananya seperti itu, apalah artinya ilmu yang banyak, jika tak ada pengamalan di dalamnya. Ilmu butuh pengamalan, agar sempurna dan berbuah pahala.

Dan jika seseorang telah berilmu, maka ilmu itu, menuntut amal, tindakan dan perbuatan yang sesuai dengan ilmu yang telah dimiliki tersebut.

You Might Also Like

0 komentar